Tanggamus (LW): Ketua Fraksi NasDem MPR RI Taufik Basari menggelar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Pekon Karang Sari, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, 1 Mei 2023.
Dalam arahannya, Taufik menjelaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, khususnya Pasal 22E ayat (3) tentang Pemilihan umum mengatur bahwa peserta pemilu untuk DPR RI maupun DPR Daerah merupakan anggota partai politik.
Dengan adanya penegasan demikian, maka meski memiliki kualitas yang baik dan dipercaya oleh masyarakat, seorang calon yang tidak dimajukan melalui partai politik tidak dapat menjadi anggota DPR. Mekanisme yang demikian sesungguhnya bisa dilakukan, namun untuk Dewan Perwakilan Daerah atau DPD.
Dalam Bab VII A UUD 1945. diatur secara khusus fungsi DPD sebagai perwakilan daerah yang dapat mengajukan ke DPR RI berbagai regulasi yang berkaitan dengan otonomi daerah, pengelolaan sumber daya dan perekonomian daerah, serta mengawasi jalannya regulasi dan APBD setempat. Anggota DPD tidaklah perwakilan partai politik.
“Apabila yang bersangkutan kiranya sesuai dan dipercaya untuk menjadi wakil daerah, maka bisa menjadi DPD. Namun perlu diketahui bahwa wewenang DPD tidaklah seluas DPR RI/DPRD setempat,” jelas Taufik.
“Mari kita kembali ke unsur terpenting dari pelaksanaan Pemilu yang telah diatur dalam konstitusi kita. Dalam Pasal 22E ayat (1) dinyatakan bahwa “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali”.
Pasal tersebut, menurutnya, tidak hanya menjadi penegas bahwa pemilu dilakukan setengah dasawarsa sekali, namun juga adanya asas yang harus dipenuhi, yakni langsung; umum; bebas; rahasia; jujur dan adil. Dalam hal politik uang, salah satu cara yang saya masih sangat percaya efektif untuk melawannya adalah kualitas individu dan kinerjanya.
“Ada tiga hal yang penting diperhatikan dalam memilih calon pemimpin daerah, pusat maupun wakil rakyat, yaitu adanya tahapan dikenal, disukai dan dipilih. Apabila seseorang hanya mengandalkan politik uang, itu sama saja artinya masyarakat setuju untuk tidak mendapatkan manfaat apapun dari keterwakilan suara mereka di parlemen maupun pemerintahan,” jelasnya
Sebab menurutnya, rakyat sudah menerima kompensasi berupa nominal, bukan amanah yang dijalankan dalam jangka waktu lima tahun berbakti. Kendati politik uang menjadi momok per-lima tahun, tetapi riset membuktikan efektivitasnya terhadap elektabilitas calon tidak lebih dari 30%.
“Artinya ada kemajuan di masyarakat kita. Masyarakat kita makin cerdas. Sudah semestinya kita secara bersama menolak cara-cara instan yang demikian sebab tidak sesuai dengan nilai empat pilar, khususnya asas pelaksanaan pemilu berdasarkan UUD 1945,” ujarnya. (LW)