Bandarlampung (LW): Hasil pembangunan pendidikan Indonesia masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan dunia. Pembangunan pendidikan melalui model pendidikan formal di Indonesia belum maksimal untuk melahirkan generasi cerdas yang mampu bersaing di percaturan global.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Klasika di Rumah Ideologi Klasika Lampung, Sabtu (3/8) petang.
“Penerapan dan pengembangan model pendidikan formal di Indonesia terasa sangat kaku, cenderung seragam, terlalu sarat beban (mata pelajaran banyak, tapi tidak mendalam), minim inovasi dan cenderung ketinggalan jaman,” jelas Bustami.
Bustami mengapresiasi diskusi Klasika yang membedah tentang keberadaan pendidikan alternatif di Indonesia, khususnya Lampung. “Saya sungguh sangat mengapresiasi dan berterimakasih telah diundang oleh Kelompok Studi Kader Klasika untuk hadir dan menjadi Narasumber dalam kegiatan dialog ini. Sungguh konsistensi dan komitmen Klasika untuk ikut membangun dan menjaga kewarasan publik sangat layak diapresiasi,” ucap Mantan Bupati Waykanan ini.
Adanya perubahan kurikulum yang lebih adaptif terhadap tuntutan perubahan, menurutnya menjadi sebuah keniscayaan. “Kurikulum merdeka dengan merdeka
belajarnya tentu terobosan yang layak di apresiasi karena akan memberikan kebebasan kepada murid dan guru dalam pembelajaran. Kebebasan dan kemerdekaan dalam proses pembelajaran ini diharapkan mampu melahirkan generasi yang lebih cerdas dan berkualitas,” terangnya.
Namun masalahnya, tambah dia, perubahan yang dilakukan tidak diimbangi kesiapan infrastruktur yang memadai. Iklim dan kesadaran kompetisi di kalangan peserta didik rendah, sarana dan prasarana pendidikan belum cukup memadai, ditambah lagi kualitas guru kita masih relatif rendah.
“Belum lagi, booming IT di era internet telah membuat semuanya berubah dengan cepat, membuat praktek pendidikan formal semakin terseok seok,” ujarnya.
Lantas bagaimana peran pendidikan alternatif? Ketika pendidikan formal gagal membangun kecerdasan dan kewarasan yang hakiki, maka keberadaan pendidikan alternatif yang mampu menawarkan kedalaman berfikir dan pengetahuan, mampu membangun kesadaran kritis dan kreativitas menjadi sangat dibutuhkan.
“Penerapan kurikulum merdeka yang akan memunculkan merdeka belajar dan merdeka mengajar seharusnya senafas mampu melahirkan model model pendidikan alternatif, model-model praksis pendidikan yang lebih membebaskan, memerdekakan dan mencerdaskan,” kata dia lagi.
Lanjut Bustami, di tengah situasi era digital yang menjadikan kecepatan sebagai keunggulan utama (tapi minim kedalaman), maka diskusi-diskusi yang serius, intens dan mendalam membedah isu isu dan persoalan yang ada menjadi penting dan sangat strategis.
“Keberadaan organisasi organisasi, komunitas komunitas yang original, bergerak dalam pengembangan generasi muda berkualitas mesti diperbanyak dan dikelola dan difasilitasi dengan baik. Bukan malah semuanya justru dipolitisasi dan diproduksi hanya untuk kepentingan sesaat,” pungkasnya.
Sementara, Wartawan senior Juwendra Asdiansyah menyampaikan, melihat kondisi hari ini rasanya pendidikan alternatif sangat urgen untuk mengimbangi pendidikan formal yang terjebak dalam situasi materialistik institusional.
“Hari ini, semua kalangan bisa mengakses pendidikan. Namun esensi pendidikan itu sendiri mengalami degradasi nilai. Pendidikan akhirnya tidak menciptakan kapasitas, keterampilan atau softskill,” ujarnya.
Ia menilai, hari ini semakin banyak orang yang memperoleh gelar sarjana namun tidak memiliki kapasitas yang cukup, hal ini tentu berbeda dengan zaman dahulu.
“Sarjana semakin banyak, namun orang pintar semakin sedikit dikit. Ini berbeda dengan dulu. Misalnya seseorang yang mendapatkan gelar profesor maupun doktor hukum, ia belum tentu menguasai keilmuan hukum. Jadi gelarnya tinggi, kapasitasnya kosong,” jelasnya.
Oleh karena itu menurutnya, pendidikan alternatif seperti komunitas belajar, organisasi maupun kelompok masyarakat hari ini sangat dibutuhkan, untuk menjadi counter pendidikan formal hari ini yang semakin materialistik. (LW)