Bandarlampung (LW): Ada dua fakta menyedihkan yang dikemukakan oleh UNESCO, salah satu lembaga PBB, tentang situasi literasi di Indonesia. Pertama, menurut UNESCO minat baca masyarakat di Indonesia hanya 0,001%. Artinya hanya 1 orang dari 1.000 orang Indonesia yang memiliki minat membaca.
Kedua, Indonesia menempati urutan kelima dunia terbanyak memiliki gawai dengan pengguna aktif smartphone sebesar 100 juta orang. Dari angka itu, rata-rata orang Indonesia menatap layar gawai kurang lebih 9 jam sehari dan Indonesia menjadi negara dengan urutan kelima paling aktif di media sosial, melebihi Jepang dan Amerika.
Hal ini disampaikan Anggota DPR RI Dapil Lampung Taufik Basari saat melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kedaton, Bandar Lampung (29/09).
“Apakah fakta-fakta menyedihkan itu adalah tanggung jawab negara? Iya dan tidak jawabannya. Pertama, terkait literasi. Pemerintah wajib membuat sebuah sistem pendidikan, dalam hal ini kurikulum dan metode pembelajaran di sekolah formal dan informal yang mampu memberikan pengalaman menyenangkan bagi anak untuk belajar, serta memicu daya kritis dan keingin tahuannya,” jelas Taufik.
Lanjut Taufik, Riset terakhir yang ia baca dari SMERU, menyatakan bahwa kurikulum pendidikan Indonesia saat ini sangat membebani guru dan murid. Tidak memberikan kebebasan pendidik untuk melakukan evaluasi berbasis siswa dan melakukan pendekatan kepada orang tua sebagai mitra belajar anak yang utama. “Itu adalah kelalaian besar negara yang kita harapkan di tahun 2024 ini berangsur membaik,” ujarnya.
Menurut Ketua Fraksi NasDem MPR RI ini, data yang kemukakan UNESCO itu adalah tantangan dari kondisi literasi Indonesia yang sudah lebih rendah daripada negara lainnya di dunia. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil skor PISA, sebuah uji kemampuan anak usia dasar dan menengah untuk memahami sebuah bacaan, serta logika berpikir. Indonesia memperoleh skor yang sangat rendah untuk tes tersebut.
“Apa yang bisa kita lakukan adalah, khususnya bagi para pendidik, untuk mengawasi dan membatasi penggunaan gawai kepada anak. Sekolah formal dan informal juga perlu melakukan edukasi tidak hanya kepada siswa, tetapi juga kepada orang tua murid terkait hal ini,” terangnya.
Menurutnya juga, perlu ada aktivitas khusus yang melibatkan orang tua dan anak guna meningkatkan minat baca atau literasi pada anak. “Salah satu yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beberapa tahun lalu di bawah kepemimpinan Anies Baswedan adalah menggagas Gerakan Literasi Sekolah. 15 menit setiap harinya anak diwajibkan membaca buku apapun di sekolah dan/atau di rumah,” ungkap dia.
Gerakan ini jika dilakukan dengan sungguh-sungguh akan dahsyat sekali dampaknya. Di sisi lain, tidak hanya negara yang bertanggung jawab, kita sebagai masyarakat juga. Ruang itulah yang kemudian bisa kita isi dengan memfasilitasi perpustakaan publik dan kelompok-kelompok diskusi buku.
“Menyadari peran masyarakat untuk meningkatkan literasi generasi muda, maka saya selama keliling dapil untuk agenda apapun senantiasa membawa buku-buku untuk dibagikan ke perpustakaan maupun komunitas baca di Dapil Lampung I ini,” pungkasnya. (*)