Taufik Basari Imbau Masyarakat Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual


Pesawaran (LW): Ketua Fraksi NasDem MPR RI Taufik Basari melangsungkan giat sosialisasi empat pilar MPR RI di Desa Padang Cermin, Kecamatan Padang Cermin, Pesawaran (8/7).

Dalam kesempatannya, Taufik menjelaskan tentang RUU TPKS ke masyarakat setempat.
Menurut aleg NasDem ini, pada awal pembahasan, banyak sekali yang salah kaprah yang beredar di masyarakat, ada salah satu rapat dengar pendapat misalnya, salah satu organisasi yang Badan Legislasi undang menyatakan bahwa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau yang saat itu masih disebut RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) sebagai RUU yang melegalkan hubungan seksual sesama jenis.

“Dikhawatirkan dengan adanya RUU ini maka ke depan akan lebih marak tindakan kumpul kebo dan LBGTIQ karena dilindungi oleh hukum dan dianggap sebagai hak. Padahal jika kita cek substansi RUU TPKS secara seksama, apa yang hendak dilindungi dengan adanya regulasi ini adalah masa depan anak-anak bangsa dari tindak kekerasan seksual,” jelasnya.

Kekerasan adalah payung dari berbagai jenis tindakan yang masuk kategori kekerasan seksual, diantaranya kekerasan seksual verbal, non-verbal, berbasis online hingga yang disertai dengan motif ekonomi dan pemaksaan prostitusi.

Ketika kekerasan dipandang sebagai sesuatu yang salah dan kita sepakati bersama definisinya demikian, maka UU ini sudah clear selaras dengan Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Masyarakat Indonesia terlalu tabu untuk membicarakan seksualitas sebagai suatu persoalan privat. Padahal justru pada kasus kekerasan, di ruang privat itulah kekerasan banyak terjadi.

“Kasus kekerasan seksual adalah fenomena gunung es. Dari data yang saya ketahui di Provinsi Lampung saja, sejak Januari hingga Juni 2023 telah terdapat laporan sebanyak 285 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di sini,” ungkap Taufik.

Tidak hanya pada orang dewasa, tetapi mayoritas kasus kekerasan seksual menyasar anak sebagai korban, yakni 79,2% dari total seluruh kasus. “Angka ini adalah angka yang terlapor. Bayangkan! Masih banyak korban di luar sana yang tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kejadian yang dialaminya kepada orang lain atau bahkan keluarganya sendiri. Banyak pula yang tidak memiliki akses atau pengetahuan untuk melapor. Harus lapor ke siapa dulukah? Lembaga Bantuan Hukum? Polisi? Atau siapa? Dari sini saya harap kita secara individu harus mengedepankan kepekaan,” tegasnya.

Sebagai masyarakat, lanjut dia, kita harus saling mengawasi dan melindungi anggota masyarakat di dalamnya. Tidak malu untuk menegur orang lain yang kiranya telah melakukan pelecehan atau pun kekerasan seksual, baik verbal maupun non-verbal. Tidak ragu untuk menjadi pendengar dan menemani korban untuk menemui pendamping korban yang ada di Unit PPA di kepolisian maupun LBH Apik atau NGO lainnya yang berfokus pada isu ini di tingkat daerah. “Jaga dan ajarkan anak-anak kita untuk tidak mentolerir sama sekali pelecehan dan kekerasan. Sesuatu yang dimulai dari diri dan keluarga sendiri sudah sangat berarti,” pungkasnya. (LW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *