Bandarlampung (LW): Pertanian organik di Lampung terus berkembang meskipun menghadapi berbagai kendala yang menghalangi ekspansi dan peningkatannya. Dalam wawancara dengan Ketua Asosiasi Petani Organik Lampung (APOL), Dwi Yantoro, ia menjelaskan tantangan utama yang dihadapi oleh para petani organik di daerah ini.
Menurut Dwi, salah satu kendala terbesar yang dihadapi petani organik adalah masih sulitnya pemasaran. Saat ini, kata Dwi, pemasaran hasil pertanian organik masih sebatas lingkungan sekitar, atau biasanya dikonsumsi pribadi atau orang terdekatnya.
“Maka kita harus pintar-pintar mendampingi dan mengarahkan petani dalam pemasaran hasil produk pertanian organik, dan tentunya meyakinkan petani seperti melalui komunitas atau asosiasi APOL ini,” ucap Dwi, di sela-sela kegiatan FGD bersama para petani organik se-Lampung, di Bandar Lampung, Kamis (30/1).
Meski demikian, Dwi mengungkapkan beberapa keunggulan dari pertanian organik. Salah satunya ialah kualitas hasil pertanian yang lebih sehat dan bebas dari bahan kimia. “Produk organik lebih aman untuk dikonsumsi, serta memiliki harga jual yang lebih tinggi. Ini membuka peluang bagi petani untuk mendapatkan keuntungan lebih,” jelasnya.
Dari sisi pemerintah, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Basuki, memberikan pandangannya tentang perkembangan pertanian organik. Ia menilai bahwa meskipun terdapat kendala yang harus dihadapi petani, potensi pertanian organik di Lampung cukup besar. “Kami di DPRD Provinsi Lampung mendukung penuh pengembangan pertanian organik karena dampaknya yang positif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Namun, kami juga menyadari bahwa petani memerlukan dukungan, baik dari sisi finansial, pelatihan teknis maupun akses pasar,” ungkap Ahmad.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga menyarankan agar pemerintah provinsi dapat lebih aktif dalam memberikan bantuan kepada petani organik, seperti penyediaan pupuk organik dengan harga yang lebih terjangkau dan pelatihan mengenai teknik pertanian yang ramah lingkungan. “Selain itu, kami juga berharap ada kebijakan yang memudahkan akses pasar bagi produk organik, baik di tingkat lokal maupun internasional, dan tentunya tambahan permodalan,” tambahnya.
Sebab menurut Basuki, anggaran yang dialokasikan untuk sektor pertanian dalam APBD Lampung masih minim. Dari pantauan Komisi II, anggaran untuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Koperasi UMKM, pertanian hingga beberapa OPD lainnya jika ditotal masih sangat kecil, kurang dari 3% dari total APBD.
“Jangankan mengadvokasi petani organik, untuk petani secara keseluruhan pun anggarannya belum mencukupi. Ini bahkan belum termasuk gaji dan tunjangan bagi pegawai,” jelasnya.
Oleh karena itu, DPRD Lampung berkomitmen untuk mendorong peningkatan anggaran demi kesejahteraan petani. Hal ini juga sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
“Lebih dari 65% masyarakat Lampung bergantung pada sektor pertanian. Mensejahterakan petani berarti mensejahterakan masyarakat Lampung secara keseluruhan,” tegas Basuki. (LW)