Jakarta (LW): Drama panjang koruptor kelas kakap Djoko Tjandra yang menjadi buron selama 11 tahun akhirnya terhenti setelah tim dari Kepolisian RI berhasil membawa pulang sang buron dari tempat persembunyiannya di Malaysia pada 30 Juli 2020. Keberhasilan Polri menangkap dan membawa pulang Djoko Tjandra mendapatkan apresiasi dari anggota komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari. Menurut Taufik, apa yang dilakukan Kapolri bersama jajarannya menunjukkan bahwa tidak ada yang mustahil dalam penegakan hukum jika ada kemauan.
Djoko Tjandra alias Joko Soegiarto Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali yang sempat mengebohkan publik karena melenggang bebas keluar masuk Indonesia dengan membuat paspor dan KTP elektronik, disebut Kapolri Jendral Pol Idham Azis sebagai buron kelas kakap yang licik dan sangat pandai. Berdasarkan kelihaiannya bermain, Taufik bersama Fraksi NasDem di DPR RI meminta Polri mengusut tuntas kasus Djoko Tjandra termasuk memproses hukum semua pihak yang terlibat.
“Saya dari komisi III bersama Fraksi NasDem mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan Kepolisian RI dalam menangkap Djoko Tjandra. Meski begitu, kasus ini tidak boleh berhenti hanya sampai pada proses eksekusi terpidana Djoko Tjandra. Justru ini harus menjadi awalan bagi Bareskrim Polri mengungkap dan memproses hukum semua yang terlibat membantu pelarian Djoko Tjandra di berbagai instansi,” ungkap Taufik dalam keterangannya, 1 Agustus 2020.
Jika dari pihak Kepolisian sudah terlihat ada upaya bersama untuk bersih-bersih di internalnya dengan memberikan sanksi tegas terhadap oknum yang bermain, Taufik melihat hal berbeda di pihak-pihak lain yang turut bertanggung jawab terhadap keluar masuknya Djoko Tjandra. Taufik mengingatkan penerbitan paspor Djoko Tjandra yang dikeluarkan pihak kemenkumhan belum terungkap ke publik siapa aktor yang bermain. Selain itu, juga ada oknum-oknum yang terlibat dalam pembuatan KTP dan proses pendaftaran Peninjauan Kembali di Pengadilan yang juga harus diusut tuntas.
“Saya melihat rangkaian peristiwa yang dialami Djoko Tjandra yang masuk dan keluar Indonesia serta mengurus perkaranya dan berbagai administrasi yang menyertainya melibatkan berbagai pihak yang bekerja secara jaringan. Semuanya kait berkait, mulai dari pemberi informasi untuk memuluskan langkah-langkah Djoko Tjandra, pengaturan waktu dan personel yang mengurus keperluannya, hingga kebutuhan-kebutuhan lainnya yang harus dipersiapkan agar Djoko Tjandra dapat melaksanakan kepentingan hukumnya di Indonesia selama menjadi buron. Bongkar semuanya, jangan sampai negara kita dikuasai mafia hukum.” bebernya.
Taufik menegaskan dukungannya kepada Kepala Bareskrim Polri Komjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo untuk mulai menyelidiki dugaan keterlibatan oknum lainnya di instansi-instansi di luar Mabes Polri. Di sisi lain, Menkumham, Jaksa Agung, Mendagri dan Mahkamah Agung harus membuka pintu bagi Polri dan membantu pengusutan di lembaganya masing-masing.
Sebelum Djoko Tjandra ditangkap, tiga jenderal polisi aktif sudah dicopot dari jabatannya karena diduga terlibat membantu Djoko Tjandra, termasuk seorang jaksa yang bertugas sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan yang bertemu Djoko Tjandra di Malaysia pada 2019. Sementara langkah-langkah pembersihan di lembaga lain belum terlihat.
Kasus Djoko Tjandra lanjut Taufik, menjadi bukti kuatnya jaringan mafia hukum yang selama ini sulit terendus. Olehnya itu, keseriusan semua pihak sangat dibutuhkan demi penegakan hukum yang lebih bermartabat. “Harapan saat ini ada di pihak Bareskrim, jangan ragu untuk mengusut semuanya, kami berikan dukungan penuh,” tegas Taufik.
Sebagai informasi, Badan Resese Kriminal (Bareskrim) Polri telah secara resmi menyerahkan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung. Penyerahan tersebut dilakukan di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7/2020) pukul 21.00 WIB. Hadir dalam penyerahan tersebut, Kabareskrim Komjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Dirjen Pemasyarakatan Reinhard Silitonga dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono. Setelah proses penyerahan, untuk sementara Djoko Tjandra akan mendekam di Rutan Cabang Salemba, Mabes Polri demi mempermudah penyelidikan. (*)