Korban TPPO Anak Di Bawah Umur Adukan Nasib ke DPRD Bandarlampung, Mengaku Dijual Hingga Dianiaya Mucikari Jika Tamu Sepi

Bandarlampung (LW): Praktek perdagangan manusia kembali terjadi. Kali ini menimpa DE (17), anak perempuan di bawah umur. Hal itu diketahui setelah DE yang didampingi keluarganya mengadukan perbuatan yang dialaminya ke Komisi IV DPRD Bandarlampung, sekaligus meminta keadilan.

Oma, keluarga korban, menjelaskan, korban melaporkan kejadian yang dialaminya berupa penganiayaan, hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada tahun lalu oleh teman sendiri.

“Kasus ini bermula ketika terdakwa mengenal saksi Ayu Restiana, seorang teman lama sejak Desember 2022. DE merupakan teman Ayu Restiana, diperkenalkan kepada temannya yang lain pada Februari 2023, kemudian seorang teman lainnya bernama Anisa Febriani juga terlibat dalam TPPO tersebut sejak Maret 2024,” jelas Oma, di Komisi IV DPRD Bandarlampung, Senin (11/11) pagi.

Dalam persidangan yang sedang berlangsung, diceritakan kronologi bahwa pada Mei 2024, saksi Ayu Restiana mulai mengenalkan terdakwa kepada korban dengan tujuan mencari tamu yang ingin melakukan tindakan asusila. Terdakwa diduga menggunakan aplikasi MIChat dengan menggunakan foto korban DE untuk menawarkan jasa layanan seksual di sebuah hostel di Kota Bandar Lampung.

Dalam penawarannya, terdakwa mematok tarif Rp800 ribu di aplikasi, dan ketika seseorang tertarik, terdakwa langsung menghubungi korban dengan kode khusus. Meskipun terdakwa mengklaim tidak menerima imbalan langsung dari kegiatan tersebut.

Korban DE bersama terdakwa dan saksi Ayu Restiana menggunakan uang hasil transaksi tersebut untuk membeli handphone iPhone XR dan dua unit iPhone 11 senilai Rp15 juta, dengan cicilan sebesar Rp2,25 juta selama sepuluh kali.

Berdasarkan keterangan korban, ia juga mendapatkan intimidasi dan kekerasan dari para pelaku ketika tidak mendapatkan pelanggan. Selain itu, ia rutin membayar cicilan melalui Ayu Restiana, namun terdapat sejumlah pembayaran yang belum terbayarkan secara tuntas, yang kemudian dibantah oleh Ayu Restiana.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IV DPRD Bandarlampung Dewi Mayang Suri Djausal mewakili Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung Asroni, menyatakan komitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. Menurutnya, kasus ini sangat memprihatinkan, terutama karena melibatkan korban berusia di bawah umur yang telah mengalami pengalaman traumatis selama kurang lebih dua setengah tahun.

“Kasus ini bukan hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk kejahatan yang merenggut masa depan anak-anak. Tindak pidana perdagangan orang harus dihilangkan dari masyarakat kita,” ungkap Mayang.

Selain itu, Mayang menekankan pentingnya perhatian dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga organisasi masyarakat, untuk mencegah terjadinya kasus serupa. Ia meminta agar korban mendapatkan pendampingan psikologis selama proses hukum berlangsung untuk membantu memulihkan kondisi mentalnya.

“Saya berharap Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) serta Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Bandarlampung memberikan perhatian lebih kepada korban ini,” ujarnya.

Anggota Fraksi Gerindra Bandarlampung ini juga berharap agar Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kejari, DPRD Provinsi Lampung khususnya Komisi V, serta DPR RI memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.

“Ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga menyangkut masa depan anak bangsa. Kita melalui DPRD berharap kasus ini mendapatkan penanganan dan hukuman yang setimpal,” jelasnya.

Di sisi lain, pendamping hukum korban, Muhammad Rifki Gandhi dari kantor Hukum WFS, menyampaikan bahwa intimidasi terhadap korban masih terus berlangsung hingga saat ini. Rifki mengungkapkan bahwa pihaknya mendampingi korban berinisial DE (17) dalam proses pelaporan kepada Komisi IV DPRD Bandar Lampung, agar korban mendapatkan perlindungan maksimal dari ancaman intimidasi.

“Kami mendampingi korban untuk mendapatkan atensi khusus dari DPRD, karena rumah korban beberapa kali didatangi oleh orang tak dikenal yang memintanya agar memaafkan pelaku. Kami khawatir intimidasi ini akan mempengaruhi kondisi mental korban,” kata Rifki.

Ia berharap kehadiran mereka di Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung dapat memperkuat perlindungan hukum bagi korban. “Semoga pelaku diberikan hukuman maksimal. Terima kasih kepada DPRD dan seluruh pihak yang sudah memberikan perhatian dan bantuannya,” ucapnya.

Kasus perdagangan orang yang melibatkan anak ini telah membuka mata banyak pihak, terutama pemerintah daerah dan lembaga perlindungan anak. Dengan adanya pengawalan dari DPRD Bandar Lampung dan dukungan hukum yang diberikan, diharapkan korban mendapatkan keadilan yang layak dan pelaku diberikan hukuman sesuai dengan tindakannya.

Komitmen dari semua pihak, terutama aparat penegak hukum dan lembaga legislatif, menjadi kunci untuk memastikan kasus ini tuntas dan memberikan perlindungan bagi korban-korban lain di masa depan. (LW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *