Bandarlampung (LW): Anggota DPR RI Endro S. Yahman meminta Pemerintah Provinsi Lampung menjelaskan posisi dan besarnya hutangnya dana bagi hasil (DBH) ke pemerintah kabupaten/kota yang belum dibayarkan.
“Yang sudah dibayarkan berapa dan untuk DBH tahun berapa, triwulan berapa,” ucap Endro (13/3).
Menurutnya, DBH merupakan hak pemerintah kabupaten/kota. Penjelasan resmi perlu dilakukan, agar masyarakat tidak bingung.
Hal ini dikatakan Endro menanggapi simpang siurnya penjelasan pejabat Provinsi Lampung dan pernyataan pemkot Bandar Lampung dan Kota Metro terkait DBH.
“Beberapa waktu lalu di bulan Maret tahun 2024 media online muncul pemberitaan bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Kota Metro secara terbuka meminta agar Pemprov Lampung segera membayarkan DBH tahun 2023 untuk menambal APBD nya untuk belanja di daerahnya masing-masing.” Kata Endro.
“Di bulan Januari tahun 2024, Pemerintah Provinsi Lampung melalui Sekdaprov menyatakan telah menyalurkan DBH sebesar Rp 1,2 Triliun (untuk 15 kabupaten/kota), namun untuk pembayaran DBH triwulan I, II, III tahun 2022 serta Triwulan I tahun 2023. Artinya Pemerintah Provinsi Lampung belum menyalurkan DBH secara penuh tahun 2023 yang menjadi hak kabupaten/kota,” tambahnya.
Endro yang juga dosen Universitas Trisakti Jakarta ini menjelaskan bahwa DBH yang dimaksud disini antara lain berasal dari pungutan pajak kendaraan, rokok dan lainnya yang dipungut oleh pemerintah propinsi kemudian dengan “formula tertentu” dibagi secara proporsional antara pemerintah propinsi (pemungut) dan kabupaten/kota sebagai wilayah/obyek pungutan. Tidak tertutup kemungkinan bisa jadi sebenarnya ada 15 pemerintah kabupaten/kota di lingkungan Provinsi Lampung yang masih mempunyai piutang DBH dengan pemerintah propinsi.
Kondisi ini menjadi miris, di tengah pemerintah kabupaten/kota kesulitan keuangan, APBD nya yang terbatas dan perekonomian yang belum Kembali normal pasca Covid. Dampak turunannya adalah yang terjadi di pemkab Lampung Timur yang beberapa bulan lalu terpaksa menghentikan ratusan ribu kepesertaan BPJS PBI (BPJS yang iurannya dibayar pemerintah) milik Masyarakat miskin/tidak mampu. Penghentian tersebut akibat ketidakmampuan APBD mengalokasikan anggaran.
“Saya memperoleh laporan dan informasi bahwa kejadian tersebut juga terjadi di pemkab/kab lainnya, namun dengan kadar yang lebih rendah. Namun demikian, apapun judulnya bahwa saat ini pemerintah kabupaten/kota menunggu pelunasan DBH dari propinsi,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini melanjutkan, kalau dirunut ke belakang, Mei 2023, Badan Pemeriksa keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap neraca keuangan (APBD) Pemprov Lampung dengan penekanan terkait catatan hutang DBH kabupaten/kota tahun 2022.
Menurutnya, Pemprov Lampung perlu melakukan manajemen kas secara baik agar dapat menyalurkan DBH kepada kabupaten/kota secara tepat waktu dan juga untuk menghindari terjadinya defisit anggaran yang belum dibagikan kepada pemerintah kabupaten/kota di lingkungan Provinsi Lampung.
“Pemprov Lampung perlu memperbaiki manajemen keuangan, khususnya terkait dengan dana bagi hasil (DBH). Seharusnya DBH milik kabupaten/kota di neraca keuangannya dipisahkan dan dicatat sebagai “titipan kabupaten/kota” bukannya pendapatan pemprov. Kalau masuk sebagai pendapatan ya akhirnya terpakai untuk kebutuhan provinsi. Dan akhirnya yang menderita adalah pemerintah kabupaten/kota. Pelunasan DBH ke kabupaten/kota menjadi sulit selain pemprov Lampung berhemat belanja APBD nya. Apalagi bulan Nopember tahun 2024 akan diselenggarakan pilkada serentak dan Pemprov juga harus menyisihkan anggarannya untuk pelaksanaan pilkada. Selain itu juga beberapa bulan kedepan Gubernur lampung akan habis masa jabatannya dan diganti oleh Penjabat (PJ) Gubernur sampai terpilih gubernur definitif. Gubernur yang akan datanglah yang akhirnya akan menerima beban hutang masa lalu. Agar hal ini tidak terulang dan agar terjadi keadilan fiskal antara pemerintah kabupaten/kota dengan propinsi, sebaiknya Mendagri melakukan pengawasan kepada pemerintahan provinsi Lampung. Karena pemerintahan provinsi merupakan perpanjangan pemerintah pusat,” terang Endro. (*)