Tanggamus (LW): Setelah pelaksanaan pemilu serentak pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilu legislatif (Pileg) 14 Februari 2024 kemarin, kita merasakan situasi ekonomi yang agak berat bagi seluruh masyarakat Indonesia, karena pemerintah baru saja mengeluarkan uang yang sangat besar untuk proses demokrasi dan untuk bantuan sosial (Bansos).
Tiga kegiatan dalam kurun waktu bersamaan ini jelas menguras keuangan negara. Pengeluaran biaya yang besar di awal tahun ini, mulai kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari merangkaknya harga kebutuhan bahan pokok, maupun pelambatan ekonomi di beberapa sektor.
Hal ini ditegaskan Anggota MPR RI Fraksi PDI Perjuangan Endro S Yahman saat menggelar sosialisasi 4 pilar MPR RI dihadapan kelompok tani Desa Karang Rejo, Kecamatan Semaka, Kab. Tanggamus Lampung, Sabtu 11 Mei 2024.
Belum lagi, menurutnya, di tahun ini juga pemerintah harus mengalokasikan APBN untuk membiayai pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak November tahun ini juga. Khusus untuk Pilkada serentak ini, pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota harus menyisihkan uangnya dari APBD untuk membantu pembiayaan yang biasa disebut Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Tentunya pembiayaan yang besar ini baik pemerintah pusat dan daerah harus mengurangi program-program pembangunan, pengurangan subsidi di beberapa sektor antara lain pupuk, energi (listrik dan bahan bakar BBM dan BBG) yang berakibat harga akan naik, dan perbaikan ekonomi masyarakat menjadi terhambat.
Endro menjelaskan, menurunnya daya beli masyarakat bisa dilihat dari data penerimaan negara dari pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPNDN) yang berdasarkan data bulan Maret tahun 2024 mengalami penurunan 23,8% dibandingkan bulan Maret tahun 2023. PPNDN ini menggambarkan laju konsumsi rumah tangga dan daya beli.
“Dikhawatirkan kondisi ekonomi yang sulit di tengah masyarakat ini berpotensi mempersulit mewujudkan keadilan sosial seperti yang tersurat dalam sila ke-5 Pancasila dan ini dalam jangka panjang juga berpotensi merusak “kerekatan sosial” atau gotong-royong, karena terjadi jarak yang cukup lebar antara yang kaya dan yang tidak mampu,” jelas Endro S. Yahman.
Untuk itu, Endro meminta agar kelompok tani selalu menjaga kerukunan, gotong royong, sering berkumpul mendiskusikan secara demokratis permasalahan di bidang pertanian dan mencari jalan keluar ditengah kebuntuan yang ada.
“Dengan menjaga kerukunan dan gotong royong maka semua permasalah akan mudah menyelesaikannya. Selain itu, karena beberapa bulan ke depan tepatnya bulan November 2024 akan diselenggarakan PILKADA serentak, kelompok tani ini juga perlu mendiskusikan kriteria calon bupati yang nantinya setelah terpilih mampu memperbaiki kehidupan ekonomi petani di Kabupaten Tanggamus. Kehidupan ekonomi seperti apa, ya petani bisa mempunyai cukup uang dari hasil pertaniannya setelah dikurangi ongkos untuk produksi pertaniannya,” tegas Endro yang juga masih sebagai dosen di kampus pahlawan reformasi Universitas Trisakti Jakarta ini.
Dirinya menegaskan lagi agar masyarakat Kabupaten Tanggamus tidak boleh abai dan pasif dalam Pilkada. Namun harus pro-aktif, tidak boleh Golput. Karena sosok dan kinerja bupati berhubungan langsung dengan kehidupan ekonomi masyarakat. Baik dan buruknya kinerja kepala daerah akan berpengaruh terhadap tingkat kesulitan dan tingkat kemudahan dalam mencari pendapatan masyarakat.
Bupati yang terpilih nanti akan menjalankan pemerintahannya berdasarkan Pancasila, UUD tahun1945, Negara Kesatuan Republik Indonesis (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, khususnya kelompok tani yang hadir ini, mulai sekarang berembug, berdiskusi menentukan kriteria calon kepala daerah yang akan dipilih yang mampu mengemban amanat petani.
“Bupati punya beban berat untuk memajukan daerahnya, harus kreatif menggali potensi daerah untuk meningkatkan PAD untuk mempercepat pembangunan sebagai alat pengungkit peningkatan ekonomi masyarakat Kabupaten Tanggamus kan dikaruniai oleh Tuhan dengan wilayah yang kaya akan potensi sumberdaya alam. Potensi ini dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat bila ditangan kepala daerah yang tepat, cerdas dan kreatif. Sudah bukan zamannya lagi demi memburu peningkatan PAD diperoleh dengan jalan pintas dengan menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB), retribusi dan layanan lainnya. Ini justru berpotensi semakin membebani ekonomi masyarakat yang seharusnya dibantu untuk tumbuh,” pungkas alumni Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini. (*)