Bandarlampung (LW): Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung mengapresiasi penyelenggara workshop penulisan cerpen se Lampung di Aula Perpustakaan, Sabtu (24/8).
“Ini merupakan momentum yang strategis bagi para penulis muda dan pemula untuk belajar bagaimana menulis cerita pendek,” ujar Kadis Perpusip Riski Sofyan, S.STP
, M.Si., yang diwakili Feri Darmawan.
Dilanjutkan Riski, kegiatan ini sebagai bentuk penguatan dalam literasi dan dialih wahana ke bahasa Lampung. Jadi merupakan satu upaya dari upaya-upaya lain dalam pelestarian budaya Lampung lewat karya sastra.
Pemerintah Provinsi Lampung, ujar Riski, tentunya sangat mendukung kegiatan seperti ini karena merupakan tugas bersama dalam meningkatkan budaya literasi dan literasi budaya di daerah ini.
Kadis Perpusip Lampung juga berharap dari workshop ini dapat menjadi solusi dalam masih kurangnya para penulis di negara kita.
“Dengan workshop penulisan cerpen ini akan menambah tumbuhnya para penulis muda yang lebih kreatif, inovatif, dan produktif dalam menuangkan hasil pemikirannya sesuai harapan pembacanya,” imbuh dia.
Sementara Fitri Angraini, S.S., M.Pd., sebagai penggagas dan moderator didampingi ketua pelaksana acara Anggi Farhan Saputra menjelaskan bawah workshop ini diikuti sebanyak 70 peserta dari kalangan pelajar dan mahasiswa se- Lampung.
Para peserta mendapatkan materi bagaimana mengolah ide menjadi tulisan, mencari tema yang berat namun tetap difilter.
“Penulis cerpen harus berani mencari tema berat yang dapat diolah menjadi cerpen yang baik,” kata cerpenis Arman AZ yang jam terbangnya sudah lama dan telah ke mancanegara itu.
Dikatakan Arman, cerpenis haris mengangkat tema (imajinasi) yang berat dalam tulisan. Namun ada filter yaitu kuasai majas.
Mengenai penggalian ide, lanjut Arlan, bisa dari pengalaman pribadi, mengobrol, atau membayangkan sesuatu.
“Tema bisa soal sosial, asmara (cinta), lokalitas, dan sebagainya. Tapi, pengarang mengolah tema itu tetap menjadi segar,” ujarnya.
Isbedy Stiawan ZS melanjutkan, pengarang harus pintar-pintar memilih narasi atau kata. “Karena kalau salah, kita akan terkena delik,” katanya.
Mengenai pengarang adalah pembohong yang dibenarkan, maksudnya bagaimana imajinasi penulis seolah-olah nyata. “Padahal kisah dalam cerpen itu adalah rekaan.”
Setelah peserta menulis paragraf awal dan bangunan cerpen yang akan ditulis, kemudian dibacakan dalam bahasa Lampung oleh Amelia Damayantie, guru bahasa Lampung di SMPN 26 Kabupaten Pesawaran, Lampung dan mahasiswi FKIP Unila jurusan Bahasa Lampung.
Fitri Angraini di akhir acara mengingatkan peserta agar merampungkan karya cerpennya lalu kirim ke panitia.
“Setelah kurasi dan editing oleh pemateri kemudian dialih wahana ke bahasa Lampung, diharapkan dapat diterbitkan menjadi buku antologi cerpen,” ujarnya.
Dirinya akan kembali bekerja sama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu-Lampung yang telah memfasilitasi program ini, juga Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung. (LW)