Meethi & Vishnu akhirnya menandatangani berkas perceraian mereka. Pengacara berjanji akan mengurusnya secepatnya. Semua orang berterimakasih dan bangga pada Meethi. Meethi masih bisa tersenyum menghadapi semua ini. Mr. rathore melihat Mukhta meneteskan airmatanya.
Mr. rathore : Halo? Ayah punya kejutan untukmu. Buka tanganmu.
Mr. rathore mengeluarkan gulungan kertas.
Mr. rathore : Thadha! Ayah membelikan sebuah bungalow untukmu.
Mukhta memeluknya.
Mukhta : Terimakasih ayah.
Mr. rathore : Ayah fikir ayah harus membelikan rumah impian untukmu setelah kau menikah.
Vishnu : Maafkan aku, tapi itu bukan rumah impian bagiku. Aku dan Mukhta akan bersama-sama membuat rumah kami sendiri. Tanggungjawab suami adalah membuat istrinya bahagia. Aku ingin memberinya kebahagiaan dari seluruh dunia tapi dengan tanganku sendiri.
Vishnu menangkupkan kedua telapak tangannya.
Vishnu : Maafkan aku, aku tidak bisa menerima hadiah ini. Aku harap kalian semua bisa memahamiku.
Nenek : Demi dewa, kau tidak ingin kenyamanan, villa, mobil? Setidaknya ambil itu demi Mukhta kami. Apa kau akan membawa Mukhta ke rumah sewa setelah pernikahan?
Vishnu : Kami bisa tinggal dimana saja.
Mr. rathore : Aku mengerti perasaanmu. Kau ingin memenuhi tanggungjawabmu sebagai seorang suami tapi aku juga seorang ayah. Aku juga harus memenuhi tanggungjawabku. Aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu.
Vishnu : Aku sudah pernah menghabiskan beberapa hari tinggal di rumah Bundela dan berusaha menganggapnya sebagai milikku sendiri tapi tidak bisa. Aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Mukhta, kau percaya padaku kan? Kita bisa menyewa rumah. Bisakah kau menganggapnya sebagai rumahmu?
Mukhta : Aku mencintaimu. Dimanapun kau bisa tinggal dengan kepala menengadah keatas (rumah yang dibeli/disewa dengan hasil kerja keras sendiri) maka rumah itu sudah seperti istana bagiku.
Vishnu bahagia mendengar kata-kata Mukhta.