Kober Tunda Kepunahan Bahasa Lampung

Bandarlampung (LW): Bak tamu di negeri sendiri, Bahasa Lampung perlahan mulai terasing. Seakan termakan zaman dan budaya dari luar, penutur bahasa Lampung makin hari makin sedikit. Tanda kepunahan?

Ini menjadi topik diskusi sekaligus konferensi pers yang digelar Komunitas Berkat Yakin (Kober) bersama awak media di bilangan Kedaton, Senin (15/7) pagi.

Ketua Kober Alexander GB menyebut, kebudayaan di Provinsi Lampung bukan hal yang seksi, banyak prioritas lain yang lebih penting dan diutamakan dibanding melestarikan budaya lokal atau Lampung itu sendiri. Jadi, bukan tak mungkin, menurutnya, 35 tahun ke depan Provinsi Lampung bakal tanpa bahasa Lampung itu sendiri.

Keprihatinan tersebut membuat Gebe, sapaan karib Alexander GB, bersama Kober untuk menyelenggarakan Festival Seni Bahasa Lampung di Taman Budaya Lampung pada 22-28 Juli mendatang. Harapannya cuma satu, bisa terus melestarikan budaya dan bahasa Lampung.

“Harapannya, ruang bahasa Lampung lebih banyak, dan generasi muda ke depan bangga menggunakan bahasa Lampung. Miris jika orang Lampung malu menggunakan bahasa Lampung,” jelas Gebe.

Menurutnya, hal ini disebabkan oleh jumlah etnis Lampung yang relatif kecil, yaitu hanya sekitar tiga belas persen dari total penduduk Lampung.

“Kebudayaan diawali dari bahasa. Apabila bahasa menghilang, kebudayaan itu juga akan hilang,” ujar Gebe.

Festival Seni Bahasa Lampung ini bertujuan untuk menghidupkan kembali bahasa Lampung dan mengajak masyarakat untuk kembali menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Acara ini akan diisi dengan berbagai kegiatan, seperti pameran puisi bahasa Lampung, seminar, festival teater bahasa Lampung, dan pementasan lagu klasik bahasa Lampung.

“Salah satu upaya kami adalah membuat naskah teater ke dalam bahasa Lampung. Ini menunjukkan bahwa bahasa Lampung dapat digunakan dalam berbagai seni, termasuk puisi, baik dalam bahasa Lampung pepadun maupun saibatin,” jelasnya.

Dengan teater, kata Alexander, masyarakat dapat mempelajari penggunaan bahasa Lampung yang tepat, intonasi yang tepat, dan ekspresi yang tepat sehingga emosi dalam pertunjukan dapat tersampaikan dengan baik kepada penonton.

“Familiarisasi bahasa itu dapat melalui teater dan musik. Ada proses pembiasaan melalui teater sehingga pemahaman kognitif dan emosional lebih jelas. Mekanisme itu kami anggap komprehensif,” ungkapnya.

Kober berharap festival ini dapat memicu berbagai pihak untuk kembali membiasakan penggunaan bahasa Lampung di ruang-ruang publik. Selain itu, diharapkan generasi muda Lampung ke depan akan bangga dengan bahasa asli mereka.

Lebih lanjut, Kober juga berharap pemerintah daerah dapat membuat kebijakan yang lebih progresif untuk melestarikan bahasa dan budaya Lampung.

“Jika bahasa Lampung punah, maka dasar eksistensi tradisi Lampung akan ikut punah,” ucapnya Miris.

Mari lestarikan budaya Lampung. Mak ganta kapan lagi, mak kham sapa lagi. Tabik.. (LW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *