Berkaca dari Lampung Timur

Bandarlampung (LW): Urgensi disahkannya RUU PKS juga tergambar dari proses penyelesaian kasus kejahatan seksual di Lampung Timur saat Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari berkesempatan berbincang dengan LBH Bandarlampung selaku pendamping hukum anak korban dugaan pemerkosaan, kekerasan seksual, bahkan dijual, yang disebut dilakukan petugas Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Harusnya pembenahan pelayanan unit layanan rehabilitasi semisal P2TP2A bisa dilakukan jika telah memiliki payung hukum yang coba diakomodir oleh RUU PKS.

Kalau kita mengacu pada hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2019 lalu, unit layanan rehabilitasi – yang salah satunya P2TP2A – bermasalah akibat tidak adanya sistem standar yang baku sehingga menyebabkan munculnya peluang penyelewengan di daerah.

“Hasilnya sumber daya manusia direkrut tidak maksimal dan tidak profesional. Jumlah pekerja sosial, tenaga medis dan psikolog minim, ditambah lagi minimnya anggaran dan infrastruktur untuk mereka. Akibatnya terjadilah kasus seperti yang di Lampung,” Kata komisioner KPAI Jasra Putra, beberapa waktu lalu.

“Hampir 60% dari yang disurvei tidak bisa menjawab tuntas dan tidak tuntasnya layanan rehabilitasi mereka karena tidak adanya standar penilaian, kemampuan orang yang rendah,” katanya.

Hasil survei tersebut memperlihatkan kita bahwa P2TP2A yang seharusnya menjadi safehouse (rumah aman) nyatanya tidak aman.

Menurut Taufik Basari, kasus kejahatan seksual di Lampung Timur merupakan suatu ironi. Sebab, kabupaten tersebut pernah dinobatkan sebagai Kabupaten Layak Anak, tapi justru banyak didapati laporan kejadian kasus kejahatan seksual.

“Ini seperti fenomena gunung es, karena banyak yang akhirnya tidak diselesaikan secara proses penegakan hukum, tapi diselesaikan dengan berdamai dan lain sebagainya,” ujarnya.

Ironi ini, kata dia, harus jadi bahan evaluasi pemerintah untuk melakukan perbaikan. Kemudian, kata Taufik, pemerintah harus menelusuri temuan-temuan terkait tidak selesainya atau adanya penyelesaian diluar hukum terhadap kasus kejahatan seksual yang beberapa diantaranya terjadi di Lampung Timur.

“Kasus ini harus jadi momentum evaluasi besar-besaran peran pemerintah terhadap perlindungan perempuan dan anak, serta bagaimana pencegahan terhadap kasus serupa,” pungkasnya. (LW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *