Timor Tengah Selatan (LW): Warga di sekitar hutan Adat Pubabu, Amanuban Selatan, Kecamatan Basipase, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur menerima penggusuran/relokasi paksa, intimidasi dan penganiayaan oleh aparat atasnama Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan demi pembangunan pusat peternakan dan kini warga tengah bertahan di tenda-tenda darurat dari terpal plastik demi melindungi rumah yang menjadi tempat tinggal mereka. Penggusuran warga sudah dilakukan sejak awal agustus oleh aparat yang mengatasnamakan Pemda Nusa Tenggara Timur terhadap 29 Kepala Keluarga yang mengakibatkan ratusan orang kehilangan tempat tinggalnya. Aparat Kepolisian dan Satpol PP membongkar paksa rumha warag dan memindahkan barang-barang mereka tanpa basa-basi bahkan mengusir dengan keji warga yang berada di rumahnya sendiri. Perlawanan warga untuk mempertahankan tanahnya juga diwarnai pennganiayaan hingga penangkapan dua orang warga tanpa alasan yang jelas.
Pada tanggal 18 Agustus 2020, bukan sebuah harapan cerah yang didapati warga pada 75 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia namun pedihnya gas air mata aparat yang menjadi kado kemerdekaan ini. Banyak balita dan anak-anak yang trauma atas penggusuran dan penganiayaan yang dilakukat aparat terhadap warga namun Pemprov NTT membantah atas adanya tindakan represif dan mengatakan itu Shock therapy. Lalu yang jadi pertanyaan kita semua sebenarnya siapakah yang dianggap Pemprov perlu mendapatkan tindakan shock therapy?
Tidak berhenti dengan intimidasi dari aparat, siswa yang ikut mempertahankan tanah dan rumahnya juga mendapat skorsing dari pihak sekolah karena dianggap telah melawan pemerintah dan terancam dikeluarkan dari sekolahnya. Salah satu siswa tersebut adalah Denny Sae. SMK Negeri 1 Soe memberi hukuman skorsing kepada Denny lantaran ikut menolak penggusuran, dan membuat Denny tidak berani ke sekolah lagi meski sangat ingin melanjutkan pendidikannya.
Tindakan tidak manusiawi yang dilakukan Pemprov Nusa Tenggara Timur, Aparat (kepolisan dan Satpol PP) serta Sekolah yang melakukan skorsing terhadap siswa yang berjuang mempertahankan hak atas tanahnya adalah wujud dari keberpihakan dari negara tidak lagi kepada kepentingan rakyat. Bahkan di tengah situasi yang penuh ketidakpastian akibat pandemi, krisis kesehtaan dan ekonomi pemerintah dengan gagah mengusir rakyat dari tahah adat mereka sendiri, melalui pernyataan sikap ini kami FSBKU-KSN Mengecam Penggusuran, Penganiayaan Oleh Aparat dan Skorsing Dari Sekolah Terhadap Anak Korban Penggusuran Tanah Adat Pubabu serta mengajak seluruh organisasi sektoral rakyat untuk bersolidaritas bersama menghentikan penggusuran di Pubabu, NTT. (*)