Pansus Bakal Telusuri Mata Rantai Tataniaga Singkong hingga ke Pengepul

Bandarlampung (LW): Panitia khusus (Pansus) tataniaga singkong DPRD Lampung berkomitmen untuk mencari solusi guna menjaga kestabilan harga singkong di pasar. Bahkan, singkong direncanakan akan dijadikan salah satu tanaman ketahanan pangan, mengingat peranannya yang vital bagi perekonomian daerah.

Ketua Komisi II DPRD Lampung sekaligus anggota Pansus tataniaga singkong, Ahmad Basuki, menyatakan bahwa pihaknya akan menelusuri keberadaan pihak ketiga yang terlibat antara petani dan perusahaan dalam rantai pasok singkong. Pengepul yang sering menjadi perantara antara petani dan perusahaan, menurutnya, menjadi salah satu sumber ketimpangan harga yang merugikan petani maupun perusahaan.

“Pengepul ini sering menjadi masalah karena di sinilah ada timbangan yang tidak tertera dengan benar. Maka itu, alat ukur di lapak pengepul harus ditera secara periodik dan diawasi oleh dinas terkait,” ujar Abas, sapaan akrabnya, Selasa (21/1/2025).

Lebih lanjut, Pansus akan memeriksa lebih dalam mengenai teknis operasional baik di tingkat pengepul maupun perusahaan, termasuk soal kadar pengotor pada singkong yang dikirim ke pabrik. Menurut Abas, sering kali ditemukan bahwa kadar pengotor seperti tanah atau bonggol yang tercampur dalam singkong sangat tinggi, bahkan mencapai 35 persen per truk, yang menurutnya tidak masuk akal.

“Di satu sisi, petani dirugikan karena harga jual yang rendah, sementara perusahaan juga terbebani oleh biaya produksi yang tinggi. Namun, ada pihak lain di tengah yang mungkin mendapat keuntungan lebih,” ungkap Abas.

Pansus tataniaga singkong bertujuan untuk menciptakan harga yang adil bagi petani dan perusahaan, dengan memperbaiki tata kelola pasar singkong yang selama ini tidak seimbang. Abas menekankan pentingnya pola kemitraan antara perusahaan dan petani melalui asosiasi dan koperasi untuk menghindari ketidakpastian harga bagi petani.

“Di luar negeri, petani sudah tahu harga yang akan diterima sebelum menanam. Di sini, petani menanam tanpa kepastian harga, yang sangat bergantung pada musim. Inilah yang harus kita perbaiki,” kata Abas.

Terkait dengan masalah impor singkong, yang sering diklaim oleh perusahaan mengurangi daya saing singkong lokal, Pansus juga akan menggali lebih dalam mengenai dampak impor terhadap pasar domestik. Impor yang masif, terutama dari luar negeri, dinilai mempengaruhi harga dan permintaan singkong di dalam negeri, yang menjadi tantangan bagi petani lokal.

“Impor yang masuk kadang menyebabkan kadar aci singkong dari petani lokal menurun. Kita akan kaji lebih dalam tentang volume dan kuota impor, supaya petani kita tidak terabaikan,” lanjut Abas. (LW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *