Bandarlampung (LW): Anggota DPR RI Dapil Lampung Taufik Basari melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Way Halim Permai, Way Halim, Bandarlampung (11/8).
Dalam kesempatannya, Taufik Basari mengedukasi masyarakat tentang pentingnya literasi. Menurut Taufik, ada dua fakta menyedihkan yang dikemukakan oleh UNESCO, salah satu lembaga PBB, tentang situasi literasi di Indonesia. Pertama, menurut UNESCO minat baca masyarakat di
Indonesia hanya 0,001%. Artinya hanya 1 orang dari 1.000 orang Indonesia
yang memiliki minat membaca.
“Kedua, Indonesia menempati urutan
kelima dunia terbanyak memiliki gawai dengan pengguna aktif smartphone sebesar 100 juta orang,” ucap Taufik.
Dari angka itu, lanjut dia, rata-rata orang Indonesia menatap layar gawai kurang lebih 9 jam sehari dan Indonesia menjadi negara dengan urutan kelima paling aktif di media sosial, melebihi Jepang dan Amerika.
“Apakah fakta-fakta menyedihkan itu adalah
tanggung jawab negara? Iya dan tidak jawabannya. Pertama, terkait literasi.
Pemerintah wajib membuat sebuah sistem pendidikan, dalam hal ini kurikulum dan metode pembelajaran di sekolah formal dan informal yang mampu memberikan pengalaman menyenangkan bagi anak untuk belajar, serta memicu daya kritis dan keingin tahuannya. Riset terakhir yang saya
baca dari SMERU, menyatakan bahwa kurikulum pendidikan Indonesia saat ini sangat membebani guru dan murid. Tidak memberikan kebebasan pendidik untuk melakukan evaluasi berbasis siswa dan melakukan pendekatan kepada orang tua sebagai mitra belajar anak yang utama. Itu
adalah kelalaian besar negara yang kita harapkan di tahun 2024 ini berangsur membaik,” urainya.
Data yang kemukakan UNESCO tersebut , menurut Ketua Fraksi NasDem MPR RI ini, merupakan tantangan dari kondisi literasi Indonesia yang sudah lebih rendah daripada
negara lainnya di dunia. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil skor PISA,
sebuah uji kemampuan anak usia dasar dan menengah untuk memahami
sebuah bacaan, serta logika berpikir.
“Indonesia memperoleh skor yang
sangat rendah untuk tes tersebut. Apa yang bisa kita lakukan adalah, khususnya bagi para pendidik, untuk mengawasi dan membatasi penggunaan gawai kepada anak,” kata dia.
Menurut Taufik, sekolah formal dan informal juga perlu melakukan edukasi tidak hanya kepada siswa, tetapi juga kepada orang tua
murid terkait hal ini. Perlu ada aktivitas khusus yang melibatkan orang tua
dan anak guna meningkatkan minat baca atau literasi pada anak.
“Salah satu yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beberapa tahun
lalu dibawah kepemimpinan Anies Baswedan adalah menggagas Gerakan Literasi Sekolah. 15 menit setiap harinya anak diwajibkan membaca buku apapun di sekolah dan/atau di rumah,” jelasnya.
Gerakan ini, kata Taufik, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh akan dahsyat sekali dampaknya. Di sisi lain, tidak hanya
negara yang bertanggung jawab, kita sebagai masyarakat juga. Ruang itulah yang kemudian bisa kita isi dengan memfasilitasi perpustakaan publik dan kelompok-kelompok diskusi buku.
“Menyadari peran masyarakat untuk meningkatkan literasi generasi muda, maka saya selama keliling dapil untuk agenda apapun senantiasa membawa buku-buku
untuk dibagikan ke perpustakaan maupun komunitas baca di Dapil Lampung I ini,” pungkasnya. (LW)