Gelar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Taufik Basari Ingatkan Masyarakat Berperan Cegah Kekerasan Seksual

 

Pringsewu (LW): Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi salah satu produk hukum yang dapat melindungi masyarakat dari tindak kekerasan atau pelecehan seksual. Hal ini disampaikan Anggota DPR RI Dapil Lampung Taufik Basari saat melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Pekon Wates, Gading Rejo, Pringsewu (20/10).

Kasus pelecehan seksual bukan lagi sebuah hal yang tabu untuk diperbincangkan. Maraknya kasus pelecehan seksual mempercepat eskalasi dan urgensi penanganannya. Kasus ini menjadi salah satu permasalahan yang menjadi prioritas pemerintah untuk ditangani.

“Negara melalui pemerintah menjalankan kewajibannya dalam memenuhi hak perlindungan yang dimiliki setiap rakyat dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan sebagai basis hukum. Undang-undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi salah satu produk hukum yang dapat melindungi masyarakat dari tindak kekerasan atau pelecehan seksual,” jelas Taufik.

Selain itu, kasus pelecehan seksual atau dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) disebut dengan Pencabulan diatur di dalam pasal 289 s/d 296 atau pasal 414 s/d 422 dalam KUHP baru yang akan berlaku di tahun 2026 mendatang berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Selain melalui produk hukum, pemerintah juga dapat menggalakkan sosialisasi dan edukasi pendidikan seks sejak dini yang dapat dilakukan di berbagai sekolah. Untuk memaksimalkan upaya ini, para orang tua juga perlu meningkatkan kesadaran dan literasinya terhadap pengetahuan seks agar mampu memberi pengajaran dan bimbingan kepada anak-anaknya. Mengingat ini isu darurat dan telah dianggap penting orang masyarakat luas, setidaknya yang telah melek literasi, proses edukasi dan sosialisasi melalui kampanye anti pelecehan seksual dan pendidikan seks dini dapat dibantu oleh aksi-aksi yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat yang berfokus memperjuangkan hak perempuan dan anak,” urai Ketua Fraksi NasDem MPR RI ini.

Selain masyarakat, para aparat yang berwenang pun juga harus memiliki pengetahuan yang sama. Maka dari itu, sosialisasi dan edukasi kampanye anti pelecehan seksual juga harus diberikan kepada aparat dan elit pemerintahan yang berwenang agar proses penyelesaian kasusnya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Hal penting yang perlu diingat adalah korban memang mayoritas perempuan dan anak-anak, namun jangan sampai melupakan bahwa laki-laki juga memiliki potensi yang sama untuk menjadi korban tindak pelecehan seksual. Begitu pula dengan pelaku yang memang pada kenyataannya didominasi oleh laki-laki, namun perempuan juga memiliki potensi yang sama untuk menjadi pelaku,” tegasnya.

Oleh karena itu, pandangan terhadap hak, kedudukan dan kehormatan antara perempuan dan laki-laki haruslah setara. Lalu perlu diingat dan dikedepankan keberpihakan kepada korban dan tidak adanya sikap justifikasi tindakan pelaku terhadap korban atas faktor-faktor yang mengarah kepada korban.

Peranan lembaga lain seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan dan Anak dapat turut berperan dalam kampanye anti pelecehan seksual dan edukasi pendidikan seks bersama dengan organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang ini. Untuk memaksimalkan upaya yang dilakukan, sosialisasi dan edukasi ini dilakukan hingga ke akar masyarakat. Misalnya seperti masyarakat di desa yang masih rendah tingkat literasinya dan keterbatasan akses akan informasi.

“Tidak hanya dilakukan oleh lembaga negara dan organisasi masyarakat yang telah disebutkan sebelumnya, wakil-wakil representatif rakyat daerah juga dapat melaksanakannya saat melakukan agenda kunjungan ke dapilnya masing-masing,” kata dia. (LW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *