Gelar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Taufik Basari Soroti Gaya Hidup Mewah ASN

Lampung Selatan (LW): Gaya hidup mewah aparatur negeri sipil yang beredar di berbagai media sosial menjadi sorotan publik.

Hal ini juga menjadi perhatian Anggota DPR RI Dapil Lampung Taufik Basari. Di sela acara sosialisasi Empat Pilar yang ia gelar di Desa Sido Asri, Kec. Candipuro, Kab. Lampung Selatan, Provinsi Lampung (17/4), Taufik mengatakan bahwa sejak zaman pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia telah memiliki pengaturan khusus tentang gaya hidup mewah pejabat, yakni diatur melalui Keputusan Presiden RI No. 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Rangka Pemberdayaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup.

Pada saat itu, larangan tidak hanya berlaku pada mereka yang menduduki jabatan sebagai pimpinan daerah, instansi pemerintah, BUMN dan ABRI (yang kemudian dipecah menjadi TNI dan Polri pasca reformasi), tetapi juga mereka yang bekerja di badan-badan lainnya di pemerintahan.

Aturan tersebut bahkan secara eksplisit memerintahkan pejabat di badan-badan itu untuk memberikan contoh gaya hidup sederhana kepada bawahannya. Wacana gaya hidup mewah ASN kemudian merebak juga era pasca reformasi. Presiden mengeluarkan Surat Edaran No. 13 Tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana. Turan tersebut berlaku pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni 1 Januari 2015.

Ada dua hal penting dalam aturan tersebut. Sikap hidup berlebihan tersebut dinilai setidaknya tidak sejalan dengan, pertama: prinsip kepatutan dan kedua: kepantasan sebagai rasa empati kepada masyarakat. Kedua nilai ini sesungguhnya sejalan dengan nilai dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Secara umum disebutkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap individu memiliki batasan yang tidak hanya ditetapkan oleh undang-undang, namun berbasis pada penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, serta tuntutan adil yang sesuai dengan pertimbangan moral dan agama dalam suatu masyarakat.

“Jikalau kita melihat fenomena pejabat atau ASN hidup mewah dan tanpa ia terbukti melakukan suatu tindak pidana untuk memperoleh kekayaannya, maka sesungguhnya mereka pun juga telah melanggar kepatutan moral dan rasa empati kepada masyarakat,” jelas Taufik.

Saat ini sistem pemerintahan kita telah menunjukkan mekanisme transparansi yang menjamin iklim pengawasan masyarakat terhadap pejabat maupun aparatur yang bekerja di instansi-instansi pemerintahan dengan sangat baik. Salah satunya adalah publik dapat mengakses secara bebas dokumen yang bernama Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di mana setiap pejabat diwajibkan untuk melaporkan harta kekayaannya setiap tahun.

“Oleh karena itu, saya sangat mendukung langkah cepat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan terhadap harta kekayaan yang bersangkutan. Apabila terbukti ada tindak pidana, maka sanksi yang paling sesuai menurut undang-undang harus diterapkan,” jelasnya.

Namun jika tidak, lanjut dia, maka yang bersangkutan terikat dengan aturan yang berlaku di lingkungan ASN. Kalau tidak salah ada Peraturan Pemerintah yang khusus mengatur soal kode etik pola hidup sederhana.

“Ada sanksi moral yang diberlakukan secara terbuka maupun tertutup dengan menyebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dimaksud, serta sanksi berupa hukum disiplin atau tindakan administrasi sesuai rekomendasi Majelis Kode Etik yang disahkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian,” pungkasnya. (LW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *