Berita  

Benarkah Awan Kumulonimbus Jadi Penyebab Hilangnya AirAsia QZ8501 ?

Citra Awan di Indonesia berdasarkan MTSAT
Lampungway.com. Benarkah Awan Kumulonimbus Jadi Penyebab Hilangnya AirAsia QZ8501 ? Pesawat Air Asia QZ 8501 dari Surabaya tujuan Singapura hilang kontak pada Minggu (28/12/2014) tak lama setelah lepas landas dari bandara Juanda.
Flightradar24 merilis data sementara perkiraan lokasi pesawat berdasarkan waktu pesawat hilang kontak yang dirilis oleh Angkatan Laut Indonesia. Perkiraan posisi pesawat hilang bisa dilihat pada gambar di atas, yakni di Laut Jawa, antara Belitung dan Kalimantan.
Masih menurut Flightradar24, pesawat hilang kontak saat terbang pada ketinggian 32.000 kaki dan terbang dengan kecepatan 469 knots. Di situsnya, Flighradar24 menyatakan, status pesawat “landed”. Status itu biasa diterima ketika pesawat hilang kontak.
Pesawat dengan nomor penerbangan QZ8501 itu sempat melakukan kontak terakhir dengan ATC di Bandara Soekarno-Hatta pukul 06.12 WIB hal itu ibenarkah oleh Pelaksana tugas Dirjen Perhubungan Udara Joko Murdjatmojo. Saat itu pesawat melaporkan akan menghindari awan dengan berbelok ke arah kiri. Pesawat yang terbang dengan ketinggian 32.000 kaki dan minta izin untuk menaikkan ketinggian pesawat menjadi 38.000 kaki.
Permintaan izin pilot pesawat AirAsia QZ 8501 untuk menaikkan ketinggian pesawat sangat masuk akal jika berhadapan dengan awan kumulonimbus hal tersebut di benakan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Andi Eka Sakya, yang menyatakan bahwa usaha pesawat untuk terbang dengan ketinggian lebih tinggi masuk akal melihat kondisi cuaca di lokasi, karena berdasarkan data BMKG, di lokasi hilangnya pesawat memang tampak awan yang sangat tebal yaitu awan kumulonimbus dengan ketebalan bisa sampai 5 – 10 kilometer.
Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Jakarta, Syamsul Huda, mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, sepanjang perjalanan dari Surabaya ke Jakarta, pesawat memang terbang dalam kondisi cuaca berawan.
“Kemudian pesawat menghadapi awan yang sangat tebal di lokasi (antara Belitung dan Kalimantan). Berdasarkan data, ketinggian puncak awan kumulonimbus yang dihadapi pesawat 48.000 kaki,” kata Syamsul. Ketinggian minimum biasanya tidak dinyatakan.
Menilik ketinggiannya saja, pesawat mungkin masih akan berhadapan dengan awan bila naik ke ketinggian 38.000 kaki. Namun, apakah pesawat bisa menghindar dari awan atau tidak, hal itu sangat tergantung pada besarnya awan itu sendiri.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, mengungkapkan bahwa masalah cuaca seperti awan adalah hal biasa yang dihadapi dalam penerbangan modern saat ini.
“Sebelum terbang juga kita sudah mengisi flight plan dan melihat cuaca sepanjang jalur penerbangan. Pesawat A320 yang dipakai Air Asia sendiri adalah pesawat canggih yang sudah dilengkapi dengan radar cuaca yang baik,” ungkapnya.
Chappy mengungkapkan, “Kasus pesawat hilang atau jatuh akibat faktor cuaca itu sudah jarang terjadi dalam penerbangan modern, karena pesawat AirAsia juga telah dilengkapi dengan teknologi dan perencanaan penerbangan yang baik.
Pesawat AirAsia QZ 8501 yang hilang kontak dapat terjadi karena berbagai sebab, mulai kesengajaan hingga masalah teknis. Tapi Chappy mengatakan, saat ini masih terlalu dini untuk memprediksi apa yang terjadi pada Air Asia QZ 8501. Masih diperlukan lebih banyak data.
QZ 8501 membawa 155 penumpang, di mana 149 diantaranya adalah warga negara Indonesia. Pesawat itu seharusnya tiba di Changi Airport pada pukul 8.30 WIB. Hingga kini, posisinya secara pasti belum diketahui.
Pesawat yang hilang adalah jenis Airbus A320-200 dengan nomor registrasi PK-AXC. Dalam keterangan di akun Facebook-nya, Air Asia telah mengonfirmasi hilangnya pesawat tersebut dan akan segera menginformasikan kepada publik bila telah ada kabar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *